MODEL PEMBELAJARAN TERPADU IPA SMP/MTs/SMPLB
Pemberlakuan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah menuntut pelaksanaan otonomi daerah dan wawasan
demokrasi dalam penyelenggaraan pendidikan. Pengelolaan pendidikan yang semula
bersifat sentralistik berubah menjadi desentralistik. Desentralisasi
pengelolaan pendidikan dengan diberikannya wewenang kepada satuan pendidikan
untuk menyusun kurikulumnya mengacu pada Undang-undang Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu pasal 3 tentang fungsi dan tujuan
pendidikan nasional dan pasal 35, mengenai standar nasional pendidikan.
Desentralisasi pengelolaan pendidikan yang diharapkan dapat memenuhi
kebutuhan dan kondisi daerah perlu segera dilaksanakan. Bentuk nyata dari
desentralisasi pengelolaan pendidikan ini adalah diberikannya kewenangan kepada
satuan pendidikan untuk mengambil keputusan berkenaan dengan pengelolaan
pendidikan, seperti dalam pengelolaan kurikulum, baik dalam penyusunannya
maupun pelaksanaannya di satuan pendidikan.
Sebagaimana
ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan, Pengembangan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mengacu pada standar nasional
pendidikan: standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan,
sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dua
dari kedelapan standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan
Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan
dalam mengembangkan kurikulum.
Salah satu tugas
Pusat Kurikulum adalah mengembangkan model-model kurikulum berdiversifikasi
sebagai bahan pertimbangan bagi BSNP untuk dapat menetapkan model-model
kurikulum. Model-model
tersebut adalah sebagai berikut ini.
1. Model
Pengembangan Silabus Mata Pelajaran.
2. Model
Pembelajaran Tematik Kelas Awal Sekolah Dasar.
3. Model Pengembangan Mata Pelajaran Muatan
Lokal.
4. Model Pengembangan Diri.
5. Model Pembelajaran Terpadu IPA SMP.
6. Model Pembelajaran Terpadu IPS SMP.
7. Model Integrasi Pendidikan Kecakapan Hidup
SMP dan SMA.
8. Model Penilaian Kelas.
9. Model KTSP SD
10. Model KTSP
SMP
11. Model KTSP
SMA
12. Model KTSP
SMK
13. Model KTSP
Pendidikan Khusus
Model-model ini
bersama sumber-sumber lain dimaksudkan sebagai pedoman sekolah/madrasah dalam
mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) jenjang Pendidikan
Dasar dan Menengah, sehingga pengembangan
kurikulum pada satuan pendidikan dapat
memberi kesempatan peserta didik untuk : (a) belajar untuk beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, (b) belajar untuk memahami dan menghayati, (c)
belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif, (d) belajar untuk
hidup bersama dan berguna untuk orang lain, dan (e) belajar untuk membangun dan
menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif, efektif dan
menyenangkan.
Salah satu model diatas adalah
Model Pembelajaran Terpadu IPA SMP.
Model ini memberi contoh bagi guru IPA
di SMP untuk menyusun program kegiatan dan pelaksanaan kegiatan serta
penilaiannya.
Pusat Kurikulum menyampaikan
penghargaan dan ucapan terima kasih kepada banyak pakar yang berasal dari
berbagai Perguruan Tinggi, Direktorat di lingkungan Depdiknas, kepala sekolah,
pengawas, guru, dan praktisi pendidikan, serta Depag. Berkat bantuan dan kerja
sama yang baik dari mereka, contoh-contoh
KTSP dan model-model ini dapat
diselesaikan dalam waktu yang relatif singkat.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar merupakan
kurikulum hasil refleksi, pemikiran, dan pengkajian ulang dari kurikulum yang
telah berlaku sebelumnya. Kurikulum baru ini diharapkan dapat membantu
mempersiapkan peserta didik menghadapi tantangan di masa depan. Standar kompetensi dan kompetensi dasar diarahkan untuk memberikan keterampilan
dan keahlian bertahan hidup dalam kondisi yang penuh dengan berbagai perubahan,
persaingan, ketidakpastian, dan kerumitan dalam kehidupan. Kurikulum ini
disusun untuk menciptakan tamatan yang kompeten, cerdas dalam membangun
integritas sosial, serta mewujudkan karakter nasional.
Dalam implementasi Standar Kompetensi dan Kompetensi
Dasar, telah dilakukan berbagai studi yang mengarah pada peningkatan efisiensi
dan efektivitas layanan dan pengembangan
sebagai konsekuensi dari suatu
inovasi pendidikan. Sebagai salah satu bentuk efisiensi dan efektivitas
implementasi kurikulum dikembangkan berbagai model implementasi kurikulum.
Model pembelajaran terpadu merupakan salah satu model
implementasi kurikulum yang dianjurkan untuk diaplikasikan pada semua jenjang
pendidikan, mulai dari tingkat Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) sampai
dengan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA). Model pembelajaran ini
pada hakikatnya merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan
peserta didik baik secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali,
dan menemukan konsep serta prinsip secara holistik dan otentik (Depdikbud,
1996:3). Pembelajaran ini merupakan model yang mencoba memadukan beberapa pokok
bahasan (Beane, 1995:615).
Melalui pembelajaran IPA
terpadu, peserta didik dapat memperoleh pengalaman langsung, sehingga
dapat menambah kekuatan untuk menerima, menyimpan, dan menerapkan konsep yang
telah dipelajarinya. Dengan demikian, peserta didik terlatih untuk dapat
menemukan sendiri berbagai konsep yang dipelajari secara menyeluruh (holistik),
bermakna, otentik dan aktif. Cara pengemasan pengalaman belajar yang dirancang
guru sangat berpengaruh terhadap kebermaknaan pengalaman bagi para peserta
didik. Pengalaman belajar yang lebih menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual
akan menjadikan proses belajar lebih efektif. Kaitan konseptual yang dipelajari
dengan sisi bidang kajian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang relevan akan
membentuk skema kognitif, sehingga anak memperoleh keutuhan dan kebulatan
pengetahuan. Perolehan keutuhan belajar IPA, serta kebulatan pandangan tentang
kehidupan, dunia nyata dan fenomena alam hanya dapat direfleksikan melalui
pembelajaran terpadu.
Pembelajaran terpadu dalam IPA dapat dikemas dengan TEMA atau TOPIK tentang
suatu wacana yang dibahas dari berbagai sudut pandang atau disiplin keilmuan
yang mudah dipahami dan dikenal peserta didik. Dalam pembelajaran IPA terpadu,
suatu konsep atau tema dibahas
dari berbagai aspek bidang kajian dalam
bidang kajian IPA. Misalnya tema
lingkungan dapat dibahas dari sudut makhluk
hidup dan proses kehidupan, energi dan perubahannya, dan materi dan sifatnya.
Pembahasan tema juga dimungkinkan hanya dari aspek makhluk hidup dan proses
kehidupan dan energi dan perubahannya, atau materi dan sifatnya dan makhluk
hidup dan proses kehidupan, atau energi dan perubahannya dan materi dan
sifatnya saja. Dengan demikian melalui pembelajaran terpadu ini beberapa konsep
yang relevan untuk dijadikan tema tidak
perlu dibahas berulang kali dalam bidang kajian yang berbeda, sehingga
penggunaan waktu untuk pembahasannya lebih efisien dan pencapaian tujuan pembelajaran
juga diharapkan akan lebih efektif.
B. Tujuan
Tujuan
penyusunan Model Pembelajaran IPA Terpadu untuk SMP/MTs ini pada dasarnya untuk
memberikan pedoman yang dapat dijadikan sebagai kerangka acuan bagi guru dan
pihak terkait. Secara rinci, penyusunan model ini di antaranya bertujuan untuk:
- memberikan wawasan bagi
guru tentang apa, mengapa, dan bagaimana pembelajaran IPA terpadu pada tingkat SMP/MTs;
- memberikan bekal keterampilan kepada guru untuk
dapat menyusun rencana pembelajaran (memetakan kompentensi, menyusun
silabus, dan menjabarkan silabus menjadi rencana pelaksanaan pembelajaran)
dan penilaian;
- memberikan bekal kemampuan kepada guru agar memiliki
kemampuan melaksanakan pembelajaran IPA terpadu;
- memberikan wawasan, pengetahuan, dan pemahaman bagi
pihak terkait (misalnya kepala sekolah dan pengawas), sehingga mereka
dapat memberikan dukungan terhadap kelancaran dan ketepatan pelaksanaan
pembelajaran IPA terpadu.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penyusunan Model ini meliputi pengertian
IPA Terpadu, Karakteristik Pembelajarn IPA Terpadu, pelaksanaan pembelajaran IPA Terpadu dan
penilaian di kelas sehingga dicapai tujuan yang diinginkan.
Pembelajaran IPA
secara terpadu harus menggunakan tema yang relevan dan berkaitan. Materi
yang dipadukan sebaiknya masih dalam lingkup bidang kajian IPA.
Tema yang dibahas
disajikan dalam konteks IPA-lingkungan-teknologi-masyarakat, yang
melibatkan aktivitas peserta didik secara berkelompok maupun mandiri. Aktivitas
peserta didik perlu ditunjang oleh media pembelajaran yang memadai, agar peserta
didik dapat memahami tema secara komprehensif dan mencapai kompetensi yang
telah ditetapkan.
D. Sistematika
Model
Pembelajaran IPA Terpadu memuat beberapa keterpaduan antar-Kompetensi Dasar.
Model ini juga mencakup apa dan bagaimana seorang guru di SMP/MTs mengembangkan
dan melaksanakan model tersebut. Sistematika anduan pengembangan pembelajaran
IPA Terpadu SMP/MTs terdiri atas bagian-bagian sebagai berikut.
Bab
satu, merupakan pendahuluan
yang memuat penjelasan tentang latar belakang serta pentingnya keberadaan
panduan. Selain itu juga mengungkapkan tujuan serta sistematika sajian.
Bab
dua, berisi penjelasan
tentang kerangka berpikir yang mencakup tentang
pengertian, karakteristik, tujuan, konsep keterpaduan IPA, dan model
keterpaduan berdasarkan topik.
Bab
tiga, berisi tentang strategi
pelaksanaan pembelajaran IPA Terpadu, yang menjelaskan tahapan tentang
perencanaan (meliputi pemetaan Kompetensi Dasar, pemilihan topik, penjabaran
Kompetensi Dasar ke dalam indikator, penyusunan silabus, dan penyusunan rencana
pelaksanaan pembelajaran), pelaksanaan pembelajaran (meliputi kegiatan
pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan akhir serta tindak lanjut), dan
penilaian.
Bab
empat, berisi tentang implikasi
pembelajaran IPA Terpadu yang menjelaskan peran guru, siswa, serta sarana dan
prasarana pembelajaran.
Lampiran:
Model
pembelajaran IPA Terpadu SMP/MTs
BAB II
KERANGKA BERPIKIR
A. Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam
Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara
sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang
berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga
merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana
bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta
prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan
sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman
langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam
sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta
didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.
Secara umum Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di SMP/MTs, meliputi bidang kajian energi dan
perubahannya, bumi antariksa, makhluk hidup dan proses kehidupan, dan materi
dan sifatnya yang sebenarnya sangat berperan dalam membantu peserta didik untuk
memahami fenomena alam. Ilmu Pengetahuan Alam
merupakan pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan yang telah mengalami uji
kebenaran melalui metode ilmiah, dengan ciri: objektif, metodik, sistimatis,
universal, dan tentatif. Ilmu Pengetahuan Alam merupakan ilmu yang pokok
bahasannya adalah alam dan segala isinya.
Carin dan Sund (1993) mendefinisikan IPA sebagai
“pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum
(universal), dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen”.
Merujuk pada pengertian IPA itu, maka dapat disimpulkan
bahwa hakikat IPA meliputi empat unsur
utama yaitu:
1. sikap: rasa ingin tahu tentang benda, fenomena
alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah
baru yang dapat dipecahkan melalui
prosedur yang benar; IPA bersifat open ended;
2.
proses: prosedur pemecahan
masalah melalui metode ilmiah; metode
ilmiah meliputi penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen atau percobaan,
evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan;
3.
produk: berupa fakta, prinsip,
teori, dan hukum;
4.
aplikasi: penerapan metode
ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari.
Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh yang sebenarnya tidak dapat dipisahkan satu sama
lain.
Dalam proses pembelajaran IPA keempat unsur itu diharapkan dapat muncul,
sehingga peserta didik dapat mengalami proses pembelajaran secara utuh,
memahami fenomena alam melalui kegiatan pemecahan masalah, metode ilmiah, dan
meniru cara ilmuwan bekerja dalam menemukan fakta baru. Kecenderungan
pembelajaran IPA pada masa kini adalah
peserta didik hanya mempelajari IPA
sebagai produk, menghafalkan konsep, teori dan hukum. Keadaan ini
diperparah oleh pembelajaran yang beriorientasi pada tes/ujian. Akibatnya
IPA sebagai proses, sikap, dan aplikasi
tidak tersentuh dalam pembelajaran.
Pengalaman belajar yang diperoleh di kelas tidak utuh dan
tidak berorientasi tercapainya standar kompetensi dan kompetensi dasar.
Pembelajaran lebih bersifat teacher-centered, guru hanya menyampaikan IPA sebagai produk dan peserta didik menghafal
informasi faktual. Peserta didik hanya mempelajari IPA pada domain kognitif yang terendah. Peserta
didik tidak dibiasakan untuk mengembangkan potensi berpikirnya. Fakta di
lapangan menunjukkan bahwa banyak peserta didik yang cenderung menjadi malas berpikir
secara mandiri. Cara berpikir yang dikembangkan dalam kegiatan belajar belum
menyentuh domain afektif dan
psikomotor. Alasan yang sering
dikemukakan oleh para guru adalah keterbatasan waktu, sarana, lingkungan
belajar, dan jumlah peserta didik per kelas yang terlalu banyak.
Abad 21 ditandai oleh pesatnya perkembangan IPA dan teknologi dalam berbagai bidang kehidupan
di masyarakat, terutama teknologi informasi dan komunikasi. Oleh karena itu,
diperlukan cara pembelajaran yang dapat menyiapkan peserta didik untuk melek
IPA dan teknologi, mampu berpikir logis,
kritis, kreatif, serta dapat berargumentasi secara benar. Dalam kenyataan,
memang tidak banyak peserta didik yang menyukai bidang kajian IPA, karena
dianggap sukar, keterbatasan kemampuan peserta didik, atau karena mereka tak berminat menjadi
ilmuwan atau ahli teknologi. Namun demikian, mereka tetap berharap agar
pembelajaran IPA di sekolah dapat
disajikan secara menarik, efisien, dan efektif.
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang akan dicapai
peserta didik yang dituangkan dalam empat aspek yaitu, makhluk hidup dan proses
kehidupan, materi dan sifatnya, energi dan perubahannya, serta bumi dan alam
semesta.
Indikator pencapaian kompetensi dikembangkan oleh
sekolah, disesuaikan dengan lingkungan setempat, dan media serta lingkungan
belajar yang ada di sekolah. Semua ini ditujukan agar guru dapat lebih aktif,
kreatif, dan melakukan inovasi dalam pembelajaran tanpa meninggalkan isi
kurikulum.
Melalui pembelajaran IPA terpadu, diharapkan peserta
didik dapat membangun pengetahuannya melalui cara kerja ilmiah, bekerja sama
dalam kelompok, belajar berinteraksi dan berkomunikasi, serta bersikap ilmiah.
B. Karakteristik Bidang kajian
Ilmu Pengetahuan Alam
Ilmu Pengetahuan Alam didefinisikan sebagai
pengetahuan yang diperoleh melalui pengumpulan data dengan eksperimen,
pengamatan, dan deduksi untuk menghasilkan suatu penjelasan tentang sebuah
gejala yang dapat dipercaya. Ada tiga kemampuan dalam IPA yaitu: (1) kemampuan
untuk mengetahui apa yang diamati, (2) kemampuan untuk memprediksi apa yang
belum diamati, dan kemampuan untuk menguji tindak lanjut hasil eksperimen, (3)
dikembangkannya sikap ilmiah. Kegiatan pembelajaran IPA mencakup pengembangan
kemampuan dalam mengajukan pertanyaan, mencari jawaban, memahami jawaban, menyempurnakan
jawaban tentang “apa”, “mengapa”, dan “bagaimana” tentang gejala alam maupun
karakteristik alam sekitar melalui cara-cara sistematis yang akan diterapkan
dalam lingkungan dan teknologi. Kegiatan
tersebut dikenal dengan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode
ilmiah. Metode ilmiah dalam mempelajari
IPA itu sendiri telah diperkenalkan sejak abad ke-16 (Galileo Galilei dan
Francis Bacon) yang meliputi mengidentifikasi masalah, menyusun hipotesa,
memprediksi konsekuensi dari hipotesis, melakukan eksperimen untuk menguji
prediksi, dan merumuskan hukum umum yang sederhana yang diorganisasikan dari
hipotesis, prediksi, dan eksperimen.
Dalam belajar IPA peserta
didik diarahkan untuk membandingkan hasil prediksi peserta didik dengan
teori melalui eksperimen dengan
menggunakan metode ilmiah. Pendidikan IPA di sekolah diharapkan dapat menjadi
wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitarnya,
serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari, yang didasarkan pada metode ilmiah. Pembelajaran IPA menekankan pada pengalaman
langsung untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik mampu memahami alam
sekitar melalui proses “mencari tahu” dan “berbuat”, hal ini akan membantu
peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam. Keterampilan dalam mencari tahu atau berbuat
tersebut dinamakan dengan keterampilan proses penyelidikan atau “enquiry
skills” yang meliputi mengamati, mengukur, menggolongkan, mengajukan
pertanyaan, menyusun hipotesis, merencanakan eksperimen untuk menjawab
pertanyaan, mengklasifikasikan,
mengolah, dan menganalisis data, menerapkan ide pada situasi baru,
menggunakan peralatan sederhana serta mengkomunikasikan informasi dalam
berbagai cara, yaitu dengan gambar, lisan, tulisan, dan sebagainya. Melalui keterampilan proses dikembangkan
sikap dan nilai yang meliputi rasa ingin tahu, jujur, sabar, terbuka, tidak
percaya tahyul, kritis, tekun, ulet, cermat, disiplin, peduli terhadap
lingkungan, memperhatikan keselamatan kerja, dan bekerja sama dengan orang
lain.
Oleh karena itu pembelajaran IPA di sekolah sebaiknya: (1) memberikan
pengalaman pada peserta didik sehingga mereka kompeten melakukan pengukuran
berbagai besaran fisis, (2) menanamkan
pada peserta didik pentingnya pengamatan empiris dalam menguji suatu pernyataan
ilmiah (hipotesis). Hipotesis ini dapat berasal dari pengamatan terhadap
kejadian sehari-hari yang memerlukan pembuktian secara ilmiah, (3) latihan
berpikir kuantitatif yang mendukung kegiatan belajar matematika, yaitu sebagai
penerapan matematika pada masalah-masalah nyata yang berkaitan dengan peristiwa
alam, (4) memperkenalkan dunia teknologi
melalui kegiatan kreatif dalam kegiatan perancangan dan pembuatan alat-alat
sederhana maupun penjelasan berbagai gejala dan keampuhan IPA dalam menjawab
berbagai masalah.
C. Tujuan Pembelajaran IPA
Terpadu
Tujuan pembelajaran IPA Terpadu adalah sebagai berikut.
1.
Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran
Dalam
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang harus dicapai peserta didik masih
dalam lingkup bidang kajian energi dan perubahannya, materi dan sifatnya, dan
makhluk hidup dan proses kehidupan. Banyak ahli yang menyatakan pembelajaran
IPA yang disajikan secara disiplin
keilmuan dianggap terlalu dini bagi anak usia 7-14 tahun, karena anak pada usia
ini masih dalam transisi dari tingkat berpikir operasional konkret ke berpikir
abstrak. Selain itu, peserta didik melihat dunia sekitarnya masih secara
holistik. Atas dasar itu, pembelajaran IPA
hendaknya disajikan dalam bentuk yang utuh dan tidak parsial. Di samping
itu pembelajaran yang disajikan terpisah-pisah dalam energi dan perubahannya,
makhluk hidup dan proses kehidupan, materi dan sifatnya, dan bumi-alam semesta
memungkinkan adanya tumpang tindih dan pengulangan, sehingga membutuhkan waktu
dan energi yang lebih banyak, serta membosankan bagi peserta didik. Bila konsep
yang tumpang tindih dan pengulangan dapat dipadukan, maka pembelajaran akan
lebih efisien dan efektif.
Keterpaduan
bidang kajian dapat mendorong guru untuk mengembangkan kreativitas tinggi
karena adanya tuntutan untuk memahami keterkaitan antara satu materi dengan
materi yang lain. Guru dituntut memiliki kecermatan, kemampuan analitik, dan
kemampuan kategorik agar dapat memahami keterkaitan atau kesamaan materi maupun
metodologi.
2.
Meningkatkan
minat dan motivasi
Pembelajaran terpadu memberikan peluang bagi guru
untuk mengembangkan situasi pembelajaan yang utuh, menyeluruh, dinamis, dan
bermakna sesuai dengan harapan dan kemampuan guru, serta kebutuhan dan kesiapan
peserta didik. Dalam hal ini, pembelajaran terpadu memberikan peluang bagi
pengembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan tema yang disampaikan.
Pembelajaran
IPA Terpadu dapat mempermudah dan memotivasi peserta didik untuk mengenal,
menerima, menyerap, dan memahami keterkaitan atau hubungan antara konsep
pengetahuan dan nilai atau tindakan yang termuat dalam tema tersebut. Dengan model pembelajaran yang terpadu dan sesuai
dengan kehidupan sehari-hari, peserta didik digiring untuk berpikir luas dan
mendalam untuk menangkap dan memahami hubungan konseptual yang disajikan guru.
Selanjutnya peserta didik akan terbiasa berpikir terarah, teratur, utuh,
menyeluruh, sistimik, dan analitik. Peserta didik akan lebih termotivasi dalam
belajar bila mereka merasa bahwa pembelajaran itu bermakna baginya, dan bila
mereka berhasil menerapkan apa yang telah dipelajarinya.
3. Beberapa kompetensi dasar
dapat dicapai sekaligus
Model
pembelajaran IPA terpadu dapat menghemat
waktu, tenaga, dan sarana, serta biaya karena pembelajaran beberapa kompetensi
dasar dapat diajarkan sekaligus. Di samping itu, pembelajaran terpadu juga
menyederhanakan langkah-langkah pembelajaran. Hal ini terjadi karena adanya
proses pemaduan dan penyatuan sejumlah standar kompetensi, kompetensi dasar,
dan langkah pembelajaran yang dipandang memiliki kesamaan atau keterkaitan.
D. Konsep
Pembelajaran Terpadu Dalam IPA
1. Kekuatan dan Kelemahan Pembelajaran Terpadu
Walaupun
standar kompetensi dan kompetensi dasar IPA dikembangkan dalam bidang kajian,
pada tingkat pelaksanaan guru memiliki keleluasaan dalam membelajarkan peserta
didiknya untuk mencapai kompetensi tersebut. Salah satu contoh yang akan
dikembangkan dalam model ini adalah guru dapat mengidentifikasi standar
kompetensi dan kompetensi dasar yang dekat dan relevan untuk dikemas dalam satu
tema dan disajikan dalam kegiatan pembelajaran yang terpadu. Yang perlu dicatat
ialah pemaduan kegiatan dalam bentuk tema sebaiknya dilakukan pada jenjang
kelas yang sama dan masih dalam lingkup
IPA .
Kekuatan/manfaat
yang dapat dipetik melalui pelaksanaan pembelajaran terpadu antara laian
sebagai berikut.
(a)
Dengan menggabungkan
berbagai bidang kajian akan terjadi penghematan waktu, karena ketiga bidang
kajian tersebut (Energi dan perubahannya, Materi dan sifatnya, dan Makhluk
hidup dan proses kehidupan) dapat dibelajarkan sekaligus. Tumpang
tindih materi juga dapat dikurangi bahkan dihilangkan.
(b)
Peserta didik dapat melihat hubungan yang bermakna
antarkonsep Energi dan perubahannya, Materi dan sifatnya, dan Makhluk hidup dan
proses kehidupan.
(c)
Meningkatkan taraf kecakapan berpikir peserta
didik, karena peserta didik dihadapkan pada gagasan atau pemikiran yang lebih
luas dan lebih dalam ketika menghadapi situasi pembelajaran.
(d)
Pembelajaran terpadu menyajikan penerapan/aplikasi
tentang dunia nyata yang dialami dalam kehidupan sehari-hari, sehingga
memudahkan pemahaman konsep dan
kepemilikan kompetensi IPA.
(e)
Motivasi belajar peserta didik dapat diperbaiki dan
ditingkatkan.
(f)
Pembelajaran terpadu membantu menciptakan struktur
kognitif yang dapat menjembatani antara pengetahuan awal peserta didik dengan
pengalaman belajar yang terkait,
sehingga pemahaman menjadi lebih terorganisasi dan mendalam, dan
memudahkan memahami hubungan materi IPA
dari satu konteks ke konteks lainnya.
(g)
Akan terjadi peningkatan kerja sama antarguru bidang kajian terkait, guru dengan peserta didik,
peserta didik dengan peserta didik, peserta didik/guru dengan narasumber;
sehingga belajar lebih menyenangkan, belajar dalam situasi nyata, dan dalam
konteks yang lebih bermakna.
Di samping kekuatan/manfaat yang dikemukakan itu,
model pembelajaran IPA Terpadu juga memiliki kelemahan. Perlu disadari, bahwa
sebenarnya tidak ada model pembelajaran
yang cocok untuk semua konsep, oleh karena itu model pembelajaran harus
disesuaikan dengan konsep yang akan diajarkan. Begitu pula dengan pembelajaran
terpadu dalam IPA memiliki beberapa kelemahan sebagai berikut ini.
(a) Aspek Guru:
Guru harus berwawasan luas, memiliki
kreativitas tinggi, keterampilan metodologis yang handal, rasa percaya diri yang tinggi, dan berani
mengemas dan mengembangkan materi. Secara akademik, guru dituntut untuk terus
menggali informasi ilmu pengetahuan yang
berkaitan dengan materi yang akan diajarkan dan banyak membaca buku agar
penguasaan bahan ajar tidak terfokus pada bidang kajian tertentu saja. Tanpa
kondisi ini, maka pembelajaran terpadu dalam IPA akan sulit terwujud.
(b) Aspek
peserta didik: Pembelajaran terpadu menuntut kemampuan belajar
peserta didik yang relatif “baik”, baik dalam kemampuan akademik maupun
kreativitasnya. Hal ini terjadi karena model pembelajaran terpadu menekankan
pada kemampuan analitik (mengurai), kemampuan asosiatif (menghubung-hubungkan),
kemampuan eksploratif dan elaboratif (menemukan dan menggali). Bila kondisi ini
tidak dimiliki, maka penerapan model pembelajaran terpadu ini sangat sulit
dilaksanakan.
(c) Aspek
sarana dan sumber
pembelajaran: Pembelajaran terpadu memerlukan bahan bacaan atau sumber
informasi yang cukup banyak dan bervariasi, mungkin juga fasilitas internet.
Semua ini akan menunjang, memperkaya, dan mempermudah pengembangan wawasan.
Bila sarana ini tidak dipenuhi, maka penerapan pembelajaran terpadu juga akan
terhambat.
(d) Aspek kurikulum:
Kurikulum harus luwes, berorientasi pada pencapaian ketuntasan pemahaman
peserta didik (bukan pada pencapaian target penyampaian materi). Guru perlu diberi kewenangan dalam mengembangkan
materi, metode, penilaian keberhasilan pembelajaran peserta didik.
(e) Aspek
penilaian: Pembelajaran terpadu
membutuhkan cara penilaian yang menyeluruh (komprehensif), yaitu menetapkan
keberhasilan belajar peserta didik dari beberapa bidang kajian terkait yang
dipadukan. Dalam kaitan ini, guru selain dituntut untuk menyediakan teknik dan
prosedur pelaksanaan penilaian dan pengukuran yang komprehensif, juga dituntut
untuk berkoordinasi dengan guru lain, bila materi pelajaran berasal dari guru
yang berbeda.
(f) Suasana
pembelajaran: Pembelajaran terpadu
berkecenderungan mengutamakan salah satu bidang kajian dan ‘tenggelam’nya
bidang kajian lain. Dengan kata lain, pada saat mengajarkan sebuah TEMA, maka
guru berkecenderungan menekankan atau mengutamakan substansi gabungan tersebut
sesuai dengan pemahaman, selera, dan latar belakang pendidikan guru itu
sendiri.
Sekalipun
pembelajaran terpadu mengandung beberapa kelemahan selain keunggulannya,
sebagai sebuah bentuk inovasi dalam implementasi Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar perlu dikembangkan lebih lanjut. Untuk mengurangi
kelemahan-kelemahan di atas, perlu dibahas bersama antara guru bidang kajian
terkait dengan sikap terbuka. Kesemuanya ini ditujukan untuk meningkatkan
efektivitas dan efisiensi dalam pembelajaran IPA.
2. Pemaduan Konsep Dalam
Pembelajaran IPA
Salah satu
kunci pembelajaran terpadu yang terdiri atas beberapa bidang kajian adalah
menyediakan lingkungan belajar yang menempatkan peserta didik mendapat
pengalaman belajar yang dapat menghubungkaitkan konsep-konsep dari berbagai
bidang kajian. Pengertian terpadu di sini mengandung makna menghubungkan
IPA dengan berbagai bidang kajian (Carin
1997;236). Lintas bidang kajian dalam
IPA adalah mengkoordinasikan berbagai
disiplin ilmu seperti makhluk hidup dan proses kehidupan, energi dan
perubahannya, materi dan sifatnya, geologi, dan astronomi. Sebenarnya IPA dapat juga dipadukan dengan bidang kajian
lain di luar bidang kajian IPA dan hal ini lebih sesuai untuk jenjang
pendidikan Sekolah Dasar. Mengingat pembahasan materi IPA pada tingkat lebih
tinggi semakin luas dan mendalam, maka pada jenjang pendidikan SMP/MTs dan
SMA/MA, akan lebih baik bila keterpaduan dibatasi pada bidang kajian yang
termasuk bidang kajian IPA saja. Hal ini dimaksudkan agar tidak terlalu banyak
guru yang terlibat, yang akan membuka peluang timbulnya kesulitan dalam
pembelajaran dan penilaian, mengingat semakin tinggi jenjang pendidikan, maka
semakin dalam dan luas pula pemahaman konsep yang harus diserap oleh peserta
didik.
Pembelajaran terpadu diawali dengan penentuan TEMA,
karena penentuan tema akan membantu peserta didik dalam beberapa aspek yaitu:
(a)
peserta didik yang bekerja sama dengan kelompoknya
akan lebih bertanggung jawab, berdisiplin, dan mandiri;
(b)
peserta didik menjadi lebih percaya diri dan
termotivas dalam belajar bila mereka berhasil menerapkan apa yang telah
dipelajarinya;
(c)
peserta didik lebih memahami dan lebih mudah
mengingat karena mereka ‘mendengar’, ‘berbicara’, ‘membaca’, ‘menulis’ dan
‘melakukan’ kegiatan menyelidiki masalah yang sedang dipelajarinya;
(d) memperkuat kemampuan berbahasa peserta didik;
(e) belajar akan lebih baik bila peserta didik terlibat
secara aktif melalui tugas proyek, kolaborasi, dan berinteraksi dengan teman,
guru, dan dunia nyata.
Oleh
karena itu, jika guru hendak melakukan pembelajaran terpadu dalam IPA,
sebaiknya memilih tema yang menghubungkaitkan antara IPA–lingkungan-
teknologi-masyarakat.
BAB III
STARTEGI PELAKSANAAN
PEMBELAJARAN IPA TERPADU
A. PERENCANAAN
Secara konseptual yang dimaksud terpadu pada
pengembangan pembelajaran IPA dapat berupa contoh, aplikasi, pemahaman,
analisis, dan evaluasi dalam mata pelajaran IPA.
Konsep-konsep yang dapat dipadukan pada semester
yang berlainan pembelajarannya dapat dilaksanakan pada semester yang sama (tertentu) dengan tidak meninggalkan standar
kompetensi dan kompetensi dasar pada semester lainnya.
Keberhasilan
pembelajaran terpadu akan lebih optimal jika perencanaan mempertimbangkan
kondisi dan potensi peserta didik (minat, bakat, kebutuhan, dan kemampuan).
Standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dimiliki peserta didik sudah
tercantum dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata pelajaran IPA.
Langkah (1):
Menetapkan
bidang kajian yang akan dipadukan. Pada saat menetapkan beberapa bidang kajian
yang akan dipadukan sebaiknya sudah disertai dengan alasan atau rasional yang
berkaitan dengan pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar oleh
peserta didik dan kebermaknaan belajar. Contoh
lihat lampiran.
Langkah (2):
Langkah berikutnya
dalam pengembangan model pembelajaran terpadu adalah mempelajari standar
kompetensi dan kompetensi dasar dari bidang kajian yang akan dipadukan dan
melakukan pemetaan pada semua Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar bidang
kajian IPA per kelas yang dapat dipadukan. Kegiatan pemetaan ini dilakukan
untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh dan utuh. Contoh lihat lempiran.
Beberapa ketentuan
dalam pemetaan Kompetensi Dasar dalam pengembangan model pembelajaran IPA
terpadu adalah sebagai berikut.
a.
Mengidentifikasikan
beberapa Kompetensi Dasar dalam berbagai Standar Kompetensi yang memiliki potensi untuk dipadukan.
b.
Beberapa
Kompetensi Dasar yang tidak berpotensi dipadukan, jangan dipaksakan untuk
dipadukan dalam pembelajaran. Kompetensi Dasar yang tidak diintegrasikan
dibelajarkan/disajikan secara tersendiri.
c.
Kompetensi
Dasar dipetakan tidak harus berasal dari semua Standar Kompetensi yang ada pada
mata pelajaran IPA pada kelas yang sama, melainkan memungkinkan hanya dua atau
tiga Kompetensi Dasar saja.
d.
Kompetensi
Dasar yang sudah dipetakan dalam satu topik/tema masih bisa dipetakan dengan
topik/tema lainnya.
Langkah (3):
Setelah pemetaan
Kompetensi Dasar selesai, langkah selanjutnya dilakukan penentuan tema
pemersatu antar-Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Tema yang dipilih harus relevan dengan Kompetensi
Dasar yang telah dipetakan dan dapat dirumuskan dengan melihat isu-isu yang
terkini, misalnya penyakit demam berdarah, HIV/AIDS, dan lainnya, kemudian baru
dilihat koneksitasnya dengan kompetensi dasar dari berbagai bidang kajian IPA. Dengan
demikian, dalam satu mata pelajaran IPA pada satu tingkatan kelas terdapat
beberapa topik yang akan dibahas. Contoh
lihat lampiran
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan topik/tema pada
pembelajaran IPA Terpadu antara lain meliputi hal-hal berikut.
a.
Tema, dalam pembelajaran IPA Terpadu, merupakan perekat antar-Kompetensi
Dasar yang terdapat dalam bidang kajian IPA.
b.
Tema yang ditentukan selain relevan dengan Kompetensi-kompetensi Dasar yang
terdapat dalam satu tingkatan kelas, juga sebaiknya relevan dengan pengalaman
pribadi peserta didik, dalam arti sesuai dengan keadaan lingkungan setempat.
c.
Dalam menentukan topik, isu sentral yang sedang berkembang saat ini, dapat
menjadi prioritas yang dipilih dengan tidak mengabaikan keterkaitan
antar-Kompetensi Dasar pada bidang kajian yang telah dipetakan.
Langkah (4):
Membuat matriks
keterhubungan kompetensi dasar dan tema/topik pemersatu. Tujuannya adalah untuk
menunjukkan kaitan antara tema/topik
dengan kompetensi dasar yang dapat dipadukan. Contoh lihat lampiran.
Langkah
(5):
Setelah membuat
matriks keterhubungan kompetensi dasar dan tema pemersatu, maka
Kompetensi-kompetensi Dasar tersebut dijabarkan ke dalam indikator pencapaian
hasil belajar yang nantinya digunakan untuk penyusunan silabus. Contoh lihat lampiran.
Langkah (6):
Menyusun silabus pembelajaran IPA terpadu, dikembangkan dari berbagai indikator bidang
kajian IPA menjadi beberapa kegiatan pembelajaran yang konsep keterpaduan atau
keterkaitan menyatu antara beberapa bidang kajian IPA. Komponen
penyusunan silabus terdiri dari Standar Kompetensi IPA, Kompetensi Dasar,
Indikator, Kegiatan Pembelajaran, Alokasi Waktu, Penilaian, dan Sumber Belajar.
Contoh lihat lampiran.
Langkah (7):
Setelah teridentifikasi peta Kompetensi Dasar dan tema yang terpadu, selanjutnya adalah menyusun rencana
pelaksanaan pembelajaran. Pada pembelajaran IPA Terpadu, sesuai dengan Standar
Isi, keterpaduan terletak pada strategi pembelajaran. Hal ini disebabkan
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar telah ditentukan dalam Standar Isi.
Rencana
pelaksanaan pembelajaran tersebut merupakan realisasi dari pengalaman belajar
peserta didik yang telah ditentukan pada silabus pembelajaran terpadu.
Komponennya terdiri atas: identitas mata pelajaran, Kompetensi Dasar yang
hendak dicapai, materi pokok beserta uraiannya, langkah pembelajaran, alat
media yang digunakan, penilaian dan tindak lanjut, serta sumber bahan yang
digunakan. Contoh lihat lampiran.
A.
MODEL
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran)
Model pembelajaran dalam hal ini adalah menjabarkan silabus
menjadi rencana pelaksanaan pembelajaran terpadu, dikemas dalam kegiatan pendahuluan,
kegiatan inti, dan kegiatan penutup/tindak lanjut.
1. Kegiatan Awal/Pendahuluan
Kegiatan
pendahuluan merupakan kegiatan awal yang harus ditempuh guru dan peserta didik
pada setiap kali pelaksanaan pembelajaran terpadu. Fungsinya terutama untuk menciptakan
suasana awal pembelajaran yang efektif, yang memungkinkan peserta didik dapat
mengikuti proses pembelajaran dengan baik. Efisiensi waktu dalam kegiatan awal
ini perlu diperhatikan, karena waktu yang tersedia relatif singkat yaitu antara
5-10 menit. Dengan waktu yang relatif singkat tersebut, diharapkan guru dapat
menciptakan kondisi awal pembelajaran dengan baik sehingga peserta didik siap
mengikuti pembelajaran dengan seksama.
Kegiatan utama yang dilaksanakan dalam pendahuluan
pembelajaran ini di antaranya untuk menciptakan kondisi-kondisi awal
pembelajaran yang kondusif, melaksanakan kegiatan apersepsi (apperception), dan penilaian awal (pre-test). Penciptaan kondisi awal
pembelajaran dilakukan dengan cara: mengecek atau memeriksa kehadiran peserta
didik (presence, attendance),
menumbuhkan kesiapan belajar peserta didik (readiness),
menciptakan suasana belajar yang demokratis, membangkitkan motivasi belajar
peserta didik, dan membangkitkan perhatian peserta didik. Melaksanakan
apersepsi (apperception) dilakukan
dengan cara: mengajukan pertanyaan tentang bahan pelajaran yang sudah
dipelajari sebelumnya dan memberikan komentar terhadap jawaban peserta didik,
dilanjutkan dengan mengulas materi pelajaran yang akan dibahas. Melaksanakan
penilaian awal dapat dilakukan dengan cara lisan pada beberapa peserta didik
yang dianggap mewakili seluruh peserta didik, bisa juga penilaian awal ini
dalam prosesnya dipadukan dengan kegiatan apersepsi.
2. Kegiatan Inti
Kegiatan inti merupakan kegiatan pelaksanaan pembelajaran
terpadu yang menekankan pada proses pembentukan pengalaman belajar peserta
didik (learning experience).
Pengalaman belajar dapat terjadi melalui kegiatan tatap muka dan kegiatan non-tatap muka. Kegiatan tatap muka
dimaksudkan sebagai kegiatan pembelajaran yang peserta didik dapat berinteraksi
langsung dengan guru maupun dengan peserta didik lainnya. Kegiatan nontatap
muka dimaksudkan sebagai kegiatan pembelajaran yang dilakukan peserta didik
dengan sumber belajar lain di luar kelas atau di luar sekolah.
Kegiatan inti pembelajaran terpadu bersifat situasional,
yakni disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat. Terdapat beberapa
kegiatan yang dapat dilakukan dalam kegiatan inti pembelajaran terpadu, di
antaranya adalah sebagai berikut ini.
a)
Kegiatan yang paling awal:
Guru memberitahukan tujuan atau
kompetensi dasar yang harus dicapai oleh peserta didik beserta garis besar
materi yang akan disampaikan. Cara yang paling praktis adalah menuliskannya di
papan tulis dengan penjelasan secara lisan mengenai pentingnya kompetensi
tersebut yang akan dikuasai oleh peserta didik.
b)
Alternatif kegiatan belajar
yang akan dialami peserta didik. Guru menyampaikan kepada peserta didik
kegiatan belajar yang harus ditempuh peserta didik dalam mempelajari tema atau
topik yang telah ditentukan. Kegiatan belajar hendaknya lebih mengutamakan
aktivitas peserta didik, atau berorientasi pada aktivitas peserta didik. Guru
hanya sebagai fasilitator yng memberikan
kemudahan kepada peserta didik untuk belajar. Peserta didik diarahkan untuk
menemukan sendiri apa yang dipelajarinya. Prinsip belajar sesuai dengan
’konstruktivisme’ hendaknya dilaksanakan dalam pembelajaran terpadu
Dalam
membahas dan menyajikan materi/bahan
ajar terpadu harus diarahkan pada suatu proses perubahan tingkah laku peserta
didik, penyajian harus dilakukan secara terpadu melalui penghubungan konsep di
bidang kajian yang satu dengan konsep di bidang kajian lainnya. Guru harus
berupaya untuk menyajikan bahan ajar dengan strategi mengajar yang bervariasi,
yang mendorong peserta didik pada upaya penemuan pengetahuan baru, melalui
pembelajaran yang bersifat klasikal, kelompok, dan perorangan.
3. Kegiatan Akhir/Penutup dan tindak lanjut
Kegiatan akhir dalam pembelajaran terpadu tidak hanya
diartikan sebagai kegiatan untuk menutup pelajaran, tetapi juga sebagai
kegiatan penilaian hasil belajar peserta didik dan kegiatan tindak lanjut.
Kegiatan tindak lanjut harus ditempuh berdasarkan pada proses dan hasil belajar
peserta didik. Waktu yang tersedia untuk kegiatan ini relatif singkat, oleh
karena itu guru perlu mengatur dan memanfaatkan waktu seefisien mungkin. Secara
umum kegiatan akhir dan tindak lanjut dalam pembelajaran terpadu di antaranya:
a) Mengajak peserta didik untuk
menyimpulkan materi yang telah diajarkan.
b) Melaksanakan tindak lanjut pembelajaran dengan pemberian tugas atau
latihan yang harus dikerjakan di rumah, menjelaskan kembali bahan yang dianggap
sulit oleh peserta didik, membaca materi pelajaran tertentu, memberikan
motivasi atau bimbingan belajar.
c) Mengemukakan topik yang akan dibahas pada pertemuan selanjutnya.
d) Memberikan evaluasi lisan atau tertulis.
C. PENILAIAN
Objek dalam penilaian pembelajaran terpadu mencakup
penilaian terhadap proses dan hasil belajar peserta didik. Penilaian proses
belajar adalah upaya pemberian nilai terhadap kegiatan pembelajaran yang
dilakukan oleh guru dan peserta didik, sedangkan penilaian hasil belajar adalah
proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai dengan
menggunakan kriteria tertentu. Hasil belajar tersebut pada hakikatnya merupakan
pencapaian kompetensi-kompetensi yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan,
sikap dan nilai-nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.
Kompetensi tersebut dapat dikenali melalui sejumlah hasil belajar dan
indikatornya yang dapat diukur dan diamati. Penilaian proses dan hasil belajar itu saling berkaitan
satu dengan lainnya, hasil belajar merupakan akibat dari suatu proses belajar.
Penilaian yang dikembangkan mencakup teknik, bentuk dan
instrumen yang digunakan terdapat pada lampiran. Model penilaian ini disesuaikan dengan
penilaian berbasis kelas pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Objek
penilaian mencakup penilaian terhadap proses dan hasil belajar peserta didik.
- Teknik
Penilaian
Teknik penilaian merupakan cara yang digunakan dalam
melaksanakan penilaian tersebut. Teknik-teknik yang dapat diterapkan untuk
jenis tagihan tes meliputi: (1) Kuis dan (2) Tes Harian.
Untuk jenis tagihan nontes, teknik-teknik penilaian yang
dapat diterapkan adalah: (1) observasi, (2) angket, (3) wawancara,(4) tugas,
(5) proyek, dan (6) portofolio.
- Bentuk
Instrumen
Bentuk
instrumen merupakan alat yang digunakan dalam melakukan
penilaian/pengukuran/evaluasi terhadap pencapaian kompetensi peserta didik.
Bentuk-bentuk instrumen yang dikelompokkan menurut jenis tagihan dan teknik
penilaian adalah:
·
Tes: isian, benar-salah, menjodohkan, pilihan
ganda, uraian, dan unjuk kerja
·
Nontes: panduan observasi,
kuesioner, panduan wawancara, dan rubrik.
3.
Instrumen
Instrumen merupakan alat yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat
ketercapaian kompetensi.
Apabila
penilaian menggunakan tehnik tes tertulis uraian, tes unjuk kerja dan tugas
rumah yang berupa proyek, harus disertai rubrik penilaian.
Jenis
penilaian terpadu terdiri atas tes dan bukan tes. Sistem penilaian dengan
menggunakan tes merupakan sistem penilaian konvensional. Sistem ini kurang
dapat menggambarkan kemampuan peserta didik secara menyeluruh, sebab hasil
belajar digambarkan dalam bentuk angka yang gambaran maknanya sangat abstrak.
Oleh karena itu untuk melengkapi gambaran kemajuan belajar secara menyeluruh
maka dilengkapi dengan non-tes.
Guru dapat mempraktikkan beberapa teknik penilaian, baik
yang termasuk dalam ranah kognitif, afektik, maupun psikomotor. Tugas berupa
laporan baik secara individu maupun kelompok sebaiknya berupa tugas aplikasi,
misalnya merupakan hasil pengamatan di luar kelas. Dapat pula berupa tugas sintesis dan evaluasi, misalnya tugas
pemecahan masalah lingkungan dan usulan
cara penanggulangannya. Melalui penugasan ini maka kemampuan berpikir dan
kepekaan peserta didik akan terasah.
Untuk
keperluan pelaporan hasil penilaian guru dapat memberikan bobot bagi setiap
tugas yang diberikan tergantung pada pertimbangan guru sesuai dengan
karakteristik tugas, baik tes maupun nontes. Penilaian untuk pelaporan mengacu
pada pedoman penilaian. Oleh karena keterpaduan pembelajaran IPA meliputi
bidang kajian energi dan perubahannya, materi dan sifatnya, makhluk hidup dan
proses kehidupan, maka dalam pelaporan hasil penilaian tidak menjadi masalah.
Ketiganya akan dipadukan menjadi nilai bidang kajian IPA .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar